Seringnya Bercanda Bawa Petaka
-
Hal pertama yang dilakukan Wonwoo adalah menangis dalam lubuk hatinya. Atau, kalau bisa dia akan balik menggoes sepedanya menuju rumah.
Tapi yang paling buruk adalah kenyataan jika langkah kakinya justru yang pertama kali mempertemukan dirinya dengan sosok Mingyu bersama... ekhem, ibunya.
Dengan tubuh yang dibasahi keringat dingin, Wonwoo berangsur mendekat. Lututnya sudah lemas, dan kemungkinan paling buruk adalah dia terjatuh terguling sampai rumahnya.
Jangan bercanda, Wonwoo. Rapalnya, dalam hati.
Tapi, seringkali, dia suka bercanda soal kehidupannya sendiri. Seperti sekarang,
“Halo, nak Wonwoo, ya?” Ibu Mingyu menjadi orang pertama yang menyapanya, dengan tangan setengah gemetar Wonwoo menyalimi tangan Ibu Mingyu sebagai ‘langkah-pertama-menjadi-menantu-yang-baik.’
Yah, kan, namanya juga usaha...
Mungkin karena melihat peluhnya yang bercucuran dari dahi sebab menggoes sepedanya, Ibu Mingyu kini mulai bertanya, “Nak Wonwoo kesini naik apa?”
“Oh, itu, anu...” Mata Wonwoo sedikit panik melihat kearah Mingyu yang meninggalkannya, “.... naik sepeda, tante. Hehe.”
Kalau bisa menilai, sepertinya Ibunya Mingyu tidak terlalu terkejut. “Nak Wonwoo suka naik sepeda, ya? Bagus, dong..... buat kesehatan, dan banyak manfaatnya. Cita-citanya jadi atlet, kah?”
“Cita-cita saya jadi menantu yang baik, tante.” Penginnya, sih, begitu. Tapi tenang, Itu semua hanya dalam angannya saja, kok. Semua harap tenang, karena Wonwoo akan tunjukan imagenya yang baik kali ini.
“Iya dong, tante. Saya kalau berangkat-pulang sekolah aja naik sepeda, supaya sehat. Terus, karena cita-cita saya jadi atlet.”
Kata, seorang yang mengeluh saat pertama kali bawa sepeda dan rutin berolahraga saat ada mata pelajarannya saja. Seringkali, memang berbohong agak ada untungnya juga.
“Kalau boleh tahu, Nak Wonwoo mau jadi atlet apa?”
“Atlet panahan, tante.” Wonwoo menggaruk leher belakangnya, canggung. “Memanah hati anak tante.” Diakhir kalimatnya, matanya mengedip kearah Mingyu.
Oh, ini yang katanya ‘ingin menjaga image’.... penonton, kita baiknya sudah tidak kaget lagi, bukan?
Ibu Mingyu itu mungkin adalah tipe ibu-ibu sosialita baik hati yang menimpali jokes jelek Wonwoo dengan tawa kecil. Dia tampak seperti, menghargai Wonwoo yang sedikit effort melucu sekaligus meminta restu.
Rupa-rupanya yang sedari tadi dilupakan, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Mingyu, mulai menampakan dirinya diantara mereka.
Tangannya dengan respon cepat memegang tangan Wonwoo. “Bun, Mingyu ke food court dulu, ya. Laper belum makan dari siang.” Begitu katanya.
Aduh, Mingyu tidak sadar ya Wonwoo sudah merasakan lututnya kembali lemas karena dipegang seperti itu.
Anggukan menjadi jawaban dari Ibu Mingyu, “Iya, kamu makan dulu sana. Nanti baru samper Bunda ke iBox. Kamu masih pegang uang ‘kan?”
“Iya, Bun.”
Setelahnya mereka berpisah. Mingyu menariknya naik ke ekskalator dengan tangannya yang masih menggengam tangan Wonwoo.
Sungguh, kalau ini bercanda, ini benar-benar tidak lucu, sih. Wonwoo sudah baper sampai tidak berkutik seperti sekarang.
Padahal, kemungkinan lainnya adalah Mingyu tidak ingin Wonwoo berbicara ngawur lebih banyak dengan Ibunya. Tapi, mari kita urus itu nanti. Yang penting kali ini Wonwoo senang.
Urusan bahagia pemeran utama itu nomor satu.
“Mau makan apa?”
Dan yang paling lucu kali ini adalah saat Wonwoo benar-benar tidak terarah dan termenung sepanjang langkahnya.
“Apa aja.” Singkatnya.
“Sushi?”
“Gue gabisa makan Seafood.”
“Ramen?”
“Mau makan nasi.”
“Paper lunch?”
“Gamau....”
Bayangkan, ada di posisi Mingyu sekarang.
“Yaudah, lo maunya apa?”
“Terserah.”
Tapi, memang dasarnya Mingyu sudah terlatih kesabarannya atau malas berdebat lebih panjang dengan orang yang tidak habis bahan bicaranya. Tangan Mingyu yang masih menggenggam tangan Wonwoo kini kembali menarik ke satu stand penjual gulali warna-warni. Bentuknya lebih besar, dan bervariatif dibandingkan gulali pasar malam yang bikin batuk 3 hari.
Entah apa yang dipikirkan Mingyu sampai membawanya kesini, Wonwoo menarik senyumnya saat matanya melihat jejeran gulali yang sudah dibentuk di etalase.
Pegawai dengan tubuh tinggi itu yang menyapa mereka paling pertama, kurang lebih tingginya sama seperti Mingyu. Dengan bonus, ketampanannya yang haduh bikin mata tidak bisa berpaling.
Mingyu terlihat sedang melihat gulali apa yang akan ia beli. Sedangkan, Wonwoo sibuk melancarkan aksinya, seperti;
“Mas, gulali bentuk orang tari poco-poco ada gak, ya?” Tanya Wonwoo.
“Maaf, nggak ada, kak.”
“Kalau nomor telepon ada?”
“Ada.” Pegawai yang diajak Wonwoo itu sedikit tersipu dan gugup saat mengerti arti ucapannya, temannya dibelakang ikut sedikit menyenggol tubuhnya.
Yang diejek justru tertawa karena membanggakan dirinya yang terus berkembang ide menggombalnya. Wonwoo siap buka webinar, ‘kiat membuat pacarmu tersipu dalam 2 kali percobaan’ bermimpi saja dulu.
Karena agak sedikit diabadaikan untuk yang kedua kalinya, Mingyu lantas langsung memilih satu gulali berbentuk kucing berwarna oranye untuk dibeli. Dengan genggaman tangannya yang semakin mengerat.
Hayolo..... aduh, ini semacam tanda-tanda, ya?
Tanda-tanda cemburu kepalang gengsi.
“Hehe, makasih ya, Mas.” Wonwoo yang mengambil alih gulali yang sudah dibungkus plastik itu dengan tangan kanannya, masih dengan senyum dan modus yang sama, “Kalau nomor teleponnya, giman—”
Ups, Wonwoo sudah keburu ditarik sama Mingyu untuk kembali jalan. Padahal Wonwoo kan niatnya baik, mempererat tali persudaraan sesama manusia. Meskipun tidak tahu, kalau yang disampingnya sudah terbakar api cemburu (sepertinya).
Oh ya, omong-omong soal itu. Kini, Wonwoo seperti ditarik untuk berjalan lebih cepat.
“Gyu, gue pengen makan dulu boleh, nggak?” Satu kali, diabaikan.
“Gyu, pengen makan, bentar.” Dua kali, dan masih diabaikan.
“Gyu, Mas gulali tadi ganteng, ya.”
Dan, yang ketiga kalinya, dahi Wonwoo berhasil menabrak punggung Mingyu.
“Anjing.” Cicit Wonwoo, kaget.
“Jangan.”
Wonwoo mengenyitkan dahinya, tidak mengerti atas ucapan Mingyu yang mendadak. Dalam hatinya, dia masih ingin berkata kasar karena dahinya agak sedikit sakit pasca terbentur dengan punggung Mingyu.
Di depannya, Mingyu menghela napasnya, dan membalikkan tubuhnya. Mata cokelat itu benar mendominasi tiap gerak tubuhnya, “Nomor telepon gue aja.” Katanya.
Sejujurnya, Wonwoo mungkin akan masuk nominasi orang paling tidak peka sebab otaknya yang susah menerima sinyal baik soal perasaan.
Tapi kali ini, rasanya Wonwoo ingin ajak teman-temannya untuk syukuran dan acara tumpengan satu RW. Karena, jujur, Wonwoo mengerti semua perkataan singkat lawan bicaranya.
Mingyu cemburu!